Selasa, 03 Juli 2012

Kecemasan (Muhasabah Iman)

Kecemasan dan Kebahagiaan (Muhasabah Iman)

oleh Fajri Edward Al-Furqoon pada 13 Mei 2012 pukul 19:01 ·
Tahukah? sesuatu yang paling banyak menyita pikiran, waktu, dan tenaga, yang mengurangi akal dan merusak ibadah? Itulah perasaan cemas. Cemas terhadap sesuatu yang belum terjadi, yang berkaitan dengan urusan dunia. Padahal sudah jelas, perbuatan cemas itu, apalagi berlarut-larut tidak akan membuahkan penyelesaian apapun, selain hati semakin sengsara dan bertambah nelangsa.
Kehidupan yg dianugrahkan Allah di dunia ini cuma sekali. Lalu kapan kita akan merasakan kebahagiaan apabila dari hari ke hari yang terkumpul adalah kecemasan yang berujung pada kegelisahan dan hilangnya perasaan nikmat yang ada pada kita. Memang, cemas berpangkal pada belum mantapnya keyakinan bahwa segala kejadian yang menimpa kita mutlak datangnya dari Allah swt.

“......Barangsiapa yang beriman kepada-Nya, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. At-Taghaabun: 11)

Sesungguhnya setiap kejadian yang kita alami semuanya tidak akan lepas dari ketentuan dan izin Allah sehingga semestinya tidak ada kecemasan dan kegelisahan saat sesuatu menimpa kita.

“Tidak ada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan tidak pula pada dirimu sendiri, melainkan telah tertulis pada kitab Lauhul Mahfudz sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya kamu jangan jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Al Hadiid: 22-23)

Jelaslah, semua yang terjadi atas izin dari Allah. Akan tetapi, kebanyakan hati kita amat sibuk mencemaskan perbuatan-perbuatan makhluk, atau sebaliknya amat mengharapkan datangnya bantuan makhluk. Padahal sudah jelas, tidak ada satupun yang dapat menimpakan mudharat ataupun mendatangkan manfaat, selain dengan izin Allah.

“Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya, kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tiada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba Nya dan Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yunus: 107)

Kemudian sabda Rasulullah saw:
“Walaupun bergabung jin dan manusia hendak memberikan manfaat, maka tidak akan pernah datang kecuali yang ditentukan Allah.”

Jadi, sebenarnya apa perlunya kita memperpanjang pikiran, mencemaskan atau mencurahkan harapan kepada makhluk, sedangkan merekapun sama sekali tidak dapat menolak kemudharatan yang ditimpakan Allah bagi diri mereka sendiri. Cukuplah kepada Allah kembalinya segala tumpuan hati, harapan, dan segala urusan karena Dia-lah penguasa segala-galanya, penentu segala kejadian. Tiada sesuatupun dapat bergerak tanpa seizinnya, apapun juga tiada daya dan upaya tanpa kekuatan dari-Nya. Barangsiapa yakin bahwa Allah-lah yang akan menolong dan menjaminnya dalam setiap permasalahan hidup, niscaya Allah-pun benar-benar menjaminnya, karena Dia sesuai dengan persangkaan hamba-Nya.

“Aku sesuai dengan dugaan hamba-Ku, dan Aku bersama dengannya ketika ia ingat kepada-Ku. Jika ia ingat kepada-Ku di dalam hatinya, Aku pun ingat pula kepadanya di dalam hati-Ku. Jika ia ingat kepada-Ku dalam lingkungan khalayak ramai, niscaya Aku pun ingat kepadanya dalam lingkungan khalayak ramai yang lebih baik. Dan jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, maka Aku pun mendekat pula kepadanya sehasta.” (Hadits Qudsi riwayat Syaikhani dan Turmudzi dari Abu Hurairah ra)

Selalu berhusnuzan walau keadaan seburuk apapun sangatlah wajib dilakukan. Karena kita merasa bahagia ataupun tidak sangat tergantung pada cara pandang (mindset) kita terhadap setiap kejadian.Kita akan bahagia jika kita memandang ada kebahagiaan (husnuzan dan selalu berpikir positif) di sana walau kadang keadaannya tidak sesuai dengan keinginan,begitupun sebaliknya. Dan modal dasar dan paling besar agar bisa melakukan hal di atas cuma 1, yaitu "IMAN" dalam artian yang sesungguhnya. Percaya bahwa Dia mmg ada, semuanya sdh ditentukan, tak ada yg bs didapat manusia kcuali izinnya,bgtupn sblknya. Jadi,tuk apa cemas? serta berusaha tdk melakukn kesalahan/kemaksiatan apapun. Karena, setiap kesalahan/kejahatan/kemaksiatan yang kita lakukan itu pada dasarnya karena kita sedang "tidak beriman". Jika kita memang beriman (percaya) pada-Nya pastinya kita akan pikir dlu 1juta kali tuk melakukannya, pasti kita juga percaya azabNya dan akan takut luar biasa akan azab/blsn dari-Nya,pasti kita selalu merasakan keberadaanNya, pasti kita akan melakukan apa saja untuk-Nya sebagai wujud "cinta yang luar biasa" yang kita miliki untuknya (ibarat: kalau untuk seorang insan yang kita cintai saja kita bisa melakukan apa saja untuknya, mengapa untuk Allah kita tidak bisa lebih dari itu?)
Akan tetapi memang ini bukan perkara mudah,tidak semudah yang diinginkan karena tentu saja semakin kita berusaha maka semakin tinggi juga tingkatan godaan syaitan yang datang pada kita.

Semoga kita bisa senantiasa mempertebal iman dan istiqomah padanya karena di sanalah tonggak baik atau buruknya,pusat kekuatan, dan penentu arah hidup. Semakin baik iman kita insya Allah semakin baik pula ketenangan dan kekuatan hidup kita walau masalah apapun yang menimpa. Berat atau ringannya masalah yang kita ukur itu sangat dipengaruhi dengan seberapa lemah/kuatnya power (iman) yang kita miliki untuk menghadapi dan meleburkannya. Waalahua'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

Pengikut